Ar-Rahman : Yang Maha Pengasih
Surah ini dinisbatkan pada periode awal Mekah. Ada sebuah hadis yang
di dalamnya Nabi Muhammad saw. bersabda, "Segala sesuatu mempunyai
pengantin, dan pengantin Alquran adalah surah ar-Rahman." Inilah
satu-satunya surah yang dimulai dengan nama Ilahi. Surah ini memuat berbagai
aspek dan unsur-unsur ciptaan yang berlainan secara berpasangan: manusia yang
tampak dan jin yang tak nampak; langit dan bumi; daratan dan lautan; kebahagiaan
dan ketertindasan. Semuanya itu adalah tanda-tanda dan akibat-akibat yang memancar
dari satu Sebab.
"Dia yang memberi berkat dan kemakmuran, terutama bagi mereka yang menggunakan karunia-karunia ini karena ia telah mengatakan, dan penuh belas kasihan kepada orang-orang percaya di akhirat"
الرَّحْمَنِ
Tuhan Yang Maha Pengasih.
عَلَّمَ
الْقُرْآنَ
Dia mengajarkan Alquran.
خَلَقَ
الْإِنسَانَ
Dia menciptakan manusia.
عَلَّمَهُ
الْبَيَانَ
Dia mengajarinya perkataan fasih (bukti yang jelas)
Yang Maha Pengasih (ar-Rahman) adalah salah satu sifat Allah. Setiap sifat adalah ayat, sebuah tanda yang menunjukkan keesaan Allah. Segala sesuatu dalam penciptaan selalu berkaitan dengan-Nya.
Untuk memahami, mengapresiasi, dan menghayati rahmat dari Tuhan Yang
Maha Pengasih, manusia telah dianugerahi pengetahuan. Seseorang tidak dapat
memahami sesuatu kecuali bila mengalaminya terlebih dahulu. Pengetahuan paling
berharga dalam perjalanan hidup adalah pengetahuan Alquran. Hubungan manusia
dengan Allah dijalin melalui Alquran, melalui kitab suci, melalui pengetahuan
yang memungkinkan manusia melihat rahmat Allah yang serba meliputi. Makna hadis
yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. diciptakan sebelum diciptakannya Adam
adalah bahwa cahaya jalan kebenaran sudah ada lebih dahulu sebelum Adam.
Setelah Alquran, diciptakanlah manusia, Bani Adam. Dengan demikian,
pengetahuan— cahaya Islam, cahaya Alquran—sudah ada lebih dahulu sebelum Allah
menciptakan manusia (khalaqa al-insan).
Allah Yang Maha Pencipta benar-benar sangat mengetahui
apa yang akan diciptakan-Nya. Makhluk paling mulia adalah wujud Muhammad,
makhluk paling sempurna. Pengetahuan tentang produk akhirnya, makhluk paling
mulia, wakil (khalifah) Allah, berada di tangan Zat Yang Maha Mengetahui
(al-'Alim). Nur Muhammad sudah ada ketika Adam masih berbentuk air dan
tanah liat. Tujuan penciptaan adalah menciptakan manusia sempurna, nabi
terakhir, yang tidak ada lagi nabi sesudahnya.
Setiap aspek ciptaan memiliki label Penciptanya. Penciptaan ada di
dalam nama-Nya. Dengan ketentuan-Nya, rahmat-Nya dimanifestasikan sebagai
pengetahuan tentang Alquran. Kemudian, rahmat-Nya pun menjadi tindakan kreasi—khalaqa
al-insan—yang menimbulkan riak lebih besar melalui "bukti." Bayan
bermakna bukti nyata yang memancar dari Yang Mahalembut, dengan menembus berbagai
manifestasi fisik kasar yang menjadi orientasi persepsi manusia. Inilah
pengetahuan tentang kesaksian. Segala sesuatu yang terlihat memberi kesaksian
atas penciptanya dan juga ketundukannya kepada ketentuan Yang Maha Pengasih.
Pengetahuan tentang Alquran adalah pengetahuan tentang tauhid atau
keesaan Allah. Dalam konteks ini, rahmat juga berarti tauhid Zat Yang Wahid,
Yang Mahaesa. Akses kepada-Nya adalah melalui pengetahuan tentang
ketentuan-Nya, yakni Kitab Suci. Penciptaan terjadi sesuai dengan
ketentuan-Nya. Bayan adalah hasil dari hakikat penciptaan itu.
Manusia mencari bukti untuk segala sesuatu. Ia
selalu mencari pengetahuan. Ia berusaha mengetahui berbagai sebab, akibat, dan
bukti dari segala sesuatu. Tidak ada sesuatu yang acak; segala sesuatu
meninggalkan jejak. Manusia adalah jejak sang Pencipta; manusia adalah bukti (hujjah)-Nya.
Segala sesuatu dalam eksistensi-Nya adalah tanda kekuasaan Allah. Jika manusia
mengenal dirinya sendiri, maka ia telah mengetahui makna ketuhanan (rububiyyah).
"Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya" (man
'arafa nafsahu, faqad 'arafa rabbahu).
"Dia yang memberi berkat dan kemakmuran bagi semua makhluk tanpa menunjukkan perbedaan"
الشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ
بِحُسْبَانٍ
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.
وَالنَّجْمُ
وَالشَّجَرُ
يَسْجُدَانِ
Dan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tunduk kepada-Nya.
Raga fisik manusia bergantung pada campuran beragam mineral, protein
dan elemen-elemen lain yang berhubungan secara halus dengan keseluruhan
keseimbangan kosmis. Kehidupan tidak mungkin ada tanpa matahari. Jika matahari
pun menghilang, maka kehidupan dalam beragam bentuknya akan memudar, dan
kemudian musnah sama sekali. Matahari selalu bersinar, dan bulan dengan setia
memantulkan cahayanya, meskipun ia juga mempengaruhi kehidupan.
Karena Tuhan Yang Mahabenar sudah jelas dengan
sendirinya, maka Allah juga jelas dengan sendirinya. Pemantul Tuhan Yang
Mahabenar adalah Nabi Muhammad saw. Baik matahad maupun bulan memiliki awal dan
akhir, sama seperti halnya dua sisi dari mata uang yang sama. Perjalanan kosmis
memiliki awal dan akhir. Akan tetapi, awal dan akhir mempunyai satu sifat—mata
uangnya tetap satu. Subjeknya satu, tetapi memiliki dua aspek yang saling berhadapan
satu sama lain. Inilah kondisi perjalanan di alam semesta ini; inilah juga
kondisi cahaya yang selalu berpendar berikut pantulannya.
"Dan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tunduk
kepada-Nya." Najm bermakna tumbuh-tumbuhan, dan juga bisa berarti
bintang. Najama bermakna muncul, menjadi jelas dan nyata. Ilmu nujum ('ilm
an-nujum) adalah ilmu astrologi, ilmu untuk meramalkan masa depan. Najjam
adalah seorang astrolog. Syajar adalah sejenis tumbuhan yang memiliki
batang atau tangkai (saq). Tumbuh-tumbuhan itu sendiri melakukan sujud (sajdah).
Semua makhluk ciptaan melakukan sajdah—orang-orang berbadan tegap maupun
cacat; orang-orang yang memiliki karakter baik dan tidak baik; orang-orang yang
melakukan iqamah, yang berdiri mengagungkan Pencipta mereka, dan
orang-orang yang merangkak-rangkak dari satu ke lain kesengsaraan. Entah suatu
entitas tampak bergantung dan tumbuh menjulang ke atas seperti pohon (syajar)
atau terapung seperti bintang (najm), atau tampak mandiri, ia tetap saja
bersujud.
Sajada juga berarti menyembah. Seluruh entitas menyembah,
bersujud, dan berada di bawah kendali satu Tuhan Yang Mahabenar. Tidak ada
bedanya apakah semuanya itu entitas dari langit ataukah entitas bumi,
seluruhnya berada di bawah kendali (haymanah) Allah. Semuanya itu berada
di bawah kendali satu-satunya Pengendali—yang bisa mereka lakukan hanyalah
bersujud.
وَالسَّمَاءَ
رَفَعَهَا
وَوَضَعَ
الْمِيزَانَ
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia telah meletakkan neraca (keadilan)
Sebagai bagian dari penciptaan, langit ditinggikan. Kosmos meluas dan
keseimbangan takdirnya sudah ditetapkan oleh neraca atau timbangan (al-mizan).
Keseluruhan Penciptaan kosmis didasarkan pada kekuatan penyeimbang yang
menyatukannya dan menjaganya, serta juga kemuliaan batiniah dan ruh seseorang,
dalam keadaan dinamis.
Imam Husayn a.s. pernah ditanya tentang ayat pertama dari surah
ar-Rahman. Beliau menjawab, "Sang Pemberi ruh juga akan memberikan
ketenangan dan kenyamanan (rahah)" Seseorang akan diberi sesuai
dengan sejauh mana ia mampu mengangkat dirinya melalui keseimbangan syariat dan
hakikat, jalan lahiriah dan kebenaran batiniah. Segala sesuatu ada dalam
keseimbangan. Keseimbangan bukan hanya berarti keadilan, melainkan juga bermakna
bahwa setiap aspek dari penciptaan ini, baik yang bersifat samawi maupun bukan,
akan mempengaruhi lawannya.
Pelanggaran terjadi pada diri sendiri maupun orang lain, sebab sama
saja hakikatnya. Jika seseorang secara tidak adil menghancurkan manusia lain, maka
ia secara simbolis telah menghancurkan seluruh makhluk, termasuk dirinya
sendiri. Setiap manusia memiliki makna tentang segala sesuatu. Untuk menegakkan
kembali keseimbangan, sang pembunuh itu sendiri harus dihancurkan. Dari sudut
pandang hakikat, membunuh satu makhluk sama saja dengan membunuh semuanya.
Sebagai penjunjung tinggi syariat, manusia harus bertindak tepat: hukuman bagi
si pembunuh sama dengan kejahatannya. Karena ia telah menghancurkan dirinya
sendiri dalarn pengertian makna, maka ia juga harus dihancurkan dalam
pengertian fisik.
Jika cinta telah dihancurkan dalam pengertian
makna, maka seseorang lebih baik juga menghancurkannya dalam pengertian fisik.
Jika tidak ada lagi cinta atau rasa hormat di antara dua orang, maka hal itu
akan tercermin: keadaan batin akan muncul dalam keadaan lahir.
Manusia tak bisa mengambil sesuatu dari satu sisi timbangan tanpa
mengabaikan sisi timbangan lainnya. Hal ini tampak sedemikian subtil sehingga
ia tidak mampu melihatnya. Akan tetapi, tidak ada sesuatu pun yang luput dan
tidak diperhatikan oleh Allah. Hal kecil, sejauh menyangkut tindakan
keseimbangan dalam penciptaan, sama pentingnya dengan hal besar. Perhatikan
ukuran bom atom dan kerusakan yang ditimbulkannya. Seberapakah ukuran cinta?
Manusia bukanlah hakim atau sang penyeimbang. Hanya Allah sajalah yang
demikian. Allah mengukur segala sesuatu dengan penilaian-Nya. Bagaimanakah kualitas
suatu ruh? Apakah ruh seseorang lebih baik daripada ruh orang lain?
Manusia mengharapkan kesejajaran, yang berarti bahwa, secara
potensial, setiap orang memiliki kedudukan yang sama. Ia tidak akan mau
menerima orang yang ditempatkan lebih tinggi dari dirinya. Ada kesejajaran,
tetapi tidak ada persamaan. Seseorang menghabiskan waktunya untuk mengasah
hatinya, beramal saleh, sedangkan seorang lainnya tidak. Dalam menggunakan akal
atau kemampuan nalamya, manusia dapat memahami bahwa persamaan itu sesungguhnya
tidak ada.
Umpamanya saja, setiap jari
berbeda dari jari lainnya. Jari-jari itu tidaklah sama, tetapi terdapat
kesejajaran di antara semuanya itu karena semua jari dapat melakukan fungsi
yang sama. Secara potensial, setiap jari bisa menimbulkan akibat yang sama,
sekalipun masing-masing jari bersifat unik. Jika seseorang membangun rumah
sementara Anda menghabiskan waktu Anda dengan mendengarkan kicauan
burung-burung, maka pada akhirnya Anda tidak akan memiliki rumah dan ia tidak
akan menjadi ahli kicauan burung. Memiliki rumah tidak sama dengan sanggup
membedakan kicauan burung. Keduanya berbeda. Akan tetapi, Anda akan menerima
ketidaksamaan ini, karena Anda suka mendengarkan kicauan burung. Tidak ada persamaan
di sini, tetapi ada kesejajaran.
Secara spiritual, setiap
orang memiliki kemungkinan yang sama untuk fana dalam diri Tuhan Yang Mahabenar
dan mengenal Allah. Bagaimana seseorang bisa mengatakan bahwa hatinya lebih
baik dari hati orang lain? Tidak ada persamaan, karena tidak semua potensi akan
terwujudkan. Tidak semua orang mampu berada dalam kepasrahan mutlak. Tidak
setiap orang memiliki hati bersih dan murni.
Potensi manusia dipagari
dalam batasan-batasan keadaan tertentu. Misalnya saja, seseorang mungkin hanya
memiliki satu kaki akibat kecelakaan atau akibat cacat sejak lahir. Akan
tetapi, dalam batas-batas ini, tidak ada batasan sampai sejauh mana orang bisa
pasrah, sejauh tingkatan mana seseorang bisa beriman, dan sejauh derajat mana
seseorang bisa hidup dengan senantiasa melakukan amal-amal kebaikan (ihsan).
Selama perjalanan hidup, niat seseorang bisa saja semakin disucikan. Jika tidak
demikian halnya, lantas di mana rahmat Allah? Jika ada takdir yang tidak
terelakkan dan sudah ditentukan sebelumnya (Jabr), maka tidak akan ada
rahmat. Rahmat Allah adalah kebebasan spiritual manusia dengan jalan pasrah.
Dalam kehidupan ini, manusia
selalu berada pada tataran spiritual dan material tertinggi atau terendah.
Inilah hasil interaksi kehendak manusia dengan berbagai hukum dan realitas
kreasional, yang sebagian darinya tidak akan pernah bisa diatasinya. Seseorang
yang telah kehilangan satu kaki tidak bisa menumbuhkan kaki yang satunya lagi.
Ini adalah suatu keterbatasan. Akan tetapi, mana yang lebih penting:
keterbatasan fisik ataukah keterbatasan spiritual?
Melalui pengetahuan ihwal kitab penciptaan, melalui Alquran, Tuhan
Yang Maha Pengasih telah memberi manusia kemungkinan untuk naik ke hadirat
Allah hingga derajat puncak. Tujuan ini bisa dicapai dengan menghindari segala
sesuatu selain Allah. Inilah kebebasan yang dimiliki manusia, meskipun
terbatas. Setiap orang memiliki keterbatasan; setiap pencari juga mempunyai
keterbatasan. Bila manusia tidak memiliki keterbatasan, ia bisa sampai pada
tingkatan di mana ia hanya bergantung atau bertawakal kepada Allah, tunduk
kepada Allah, tidak memikirkan apa pun selain Allah, dan tidak berharap dari
siapa pun selain Allah. Menyatukan nasib seseorang dengan kehendak Allah—itulah
kebebasan.
Kadang-kadang manusia akan menerima situasi-situasi yang tidak
memungkinkan dirinya untuk meraih ketakwaan sebenar-benarnya, untuk menjadi
wakil Allah. Sebab, itulah tanda kemanusiaannya. Inilah tanda sang Pencipta
bagi manusia. Karena itu, manusia harus berjuang. Jalan sudah jelas. Jalannya
adalah jalan Islam yang berdasarkan pengetahuan tentang Alquran, yang merupakan
pengejawantahan dari rahmat Allah.
"Dialah yang telah mengatur seluruh alam semesta"
أَلَّا
تَطْغَوْا
فِي
الْمِيزَانِ
Agar kamu tidak melampaui batas
timbangan.
وَأَقِيمُوا
الْوَزْنَ
بِالْقِسْطِ
وَلَا
تُخْسِرُوا
الْمِيزَانَ
Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi timbangan
itu.
Kata aqimu berasal dari aqama, yang
mengandung arti mendirikan, menertibkan, membetulkan. Wazn adalah bobot
atau arti-penting yang diberikan kepada segala sesuatu. Qisth adalah
jatah atau bagian, suatu porsi dari apa yang seharusnya, porsi dari keadilan
dan kesejajaran. Allah berfirman bahwa Dia telah menetapkan keseimbangan.
Sebagai wakil dari Tuhan Yang Mahabenar, manusia harus setia kepada Allah, yang
telah menetapkan keseimbangan sempurna.
"Janganlah kamu mengurangi timbangan."
Kata khasara bermakna merugi atau kehilangan. Jika manusia kehilangan
keseimbangan, maka ia telah kehilangan dirinya. Sebab, ia telah membiarkan jiwa
rendah atau nafsunya bertindak sesuai dengan orientasi ketidakseimbangan dan
pengingkaran (kufr)-nya. Ini adalah pengingkaran atas Tuhan Yang Maha
Pengasih. Tiba-tiba ia merasakan bahwa dunia telah meninggalkannya, sehingga ia
tidak lagi memiliki akses pada tujuan penciptaan, yakni pengetahuan tentang
Alquran.
Salah seorang imam berkata, "Ketika seorang
manusia berada dalam kegelapan, Alquran—baginya—menjadi kuburan gelap atau
rumah rusak: Alquran tidak lagi memberinya ketenangan dan dukungan."
Inilah yang terjadi pada sebagian besar umat manusia; mereka telah kehilangan
keseimbangan (mizan). Al-Mizan adalah juga nama Alquran.
Jika manusia bisa menjamin bahwa ia tidak akan
mengganggu keseimbangan, maka ia tidak akan pula menyakiti dirinya sendiri. Ia
lebih dekat untuk menjadi Alquran yang hidup. Allah memberitahu manusia untuk
memberikan nilai pada keseimbangan. Manusia haruslah penuh perhatian, waspada,
dan selalu dalam keadaan mengingat Allah. Apakah ia mengetahui apa yang
dilakukannya dan mengapa? Apakah ia mengetahui maksud dan tujuannya? Apakah
maksud dan tindakannya sudah sejalan? Ia harus bertanya dan mengikuti hati dan
akalnya sebagai satu jalan.
Nabi Muhammad saw. bersabda, "Kemarahan merusak keimanan seperti
halnya cuka merusak madu." Manusia membangun segala sesuatu, tetapi
kemudian merusaknya lantaran ia tidak mementingkan kesabaran. Bobot apa yang
diberikan manusia kepada makna dari kalimat "janganlah kamu mengurangi
timbangan itu?" Keseimbangan adalah apa-apa yang pasti benar. Manusia
bergerak di jalan keseimbangan ini dari rahim hingga ke liang kubur.
Keseimbangan adalah menyadari bahwa seseorang akan berada di alam transisi (barzakh).
Seseorang berada di dunia ini, tetapi bukan untuk dunia ini. Manusia datang
hanya untuk pergi. Keseimbangan adalah berada di sini dan bersama Allah, dalam
keadaan hidup, tetapi disertai dengan keikhlasan bahwa ia siap menghadapi
kematian sewaktu-waktu.
وَالْأَرْضَ
وَضَعَهَا
لِلْأَنَامِ
Dan
Allah telah membentangkan bumi untuk makhluk-Nya.