4 Feb 2015

Kandungan Ar-Rahman



Ar-Rahman : Yang Maha Pengasih

Surah ini dinisbatkan pada periode awal Mekah. Ada sebuah hadis yang di dalamnya Nabi Muhammad saw. bersabda, "Segala sesuatu mempunyai pengantin, dan pengantin Alquran adalah surah ar-Rahman." Inilah satu-satunya surah yang dimulai dengan nama Ilahi. Surah ini memuat berbagai aspek dan unsur-unsur ciptaan yang berlainan secara berpasangan: manusia yang tampak dan jin yang tak nampak; langit dan bumi; daratan dan lautan; kebahagiaan dan ketertindasan. Semuanya itu adalah tanda-tanda dan akibat-akibat yang memancar dari satu Sebab.

"Dia yang memberi berkat dan kemakmuran, terutama bagi mereka yang menggunakan karunia-karunia ini karena ia telah mengatakan, dan penuh belas kasihan kepada orang-orang percaya di akhirat"

الرَّحْمَنِ
Tuhan Yang Maha Pengasih.

عَلَّمَ الْقُرْآنَ
Dia mengajarkan Alquran.

خَلَقَ الْإِنسَانَ
Dia menciptakan manusia.

عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
Dia mengajarinya perkataan fasih (bukti yang jelas)

Yang Maha Pengasih (ar-Rahman) adalah salah satu sifat Allah. Setiap sifat adalah ayat, sebuah tanda yang menunjukkan keesaan Allah. Segala sesuatu dalam penciptaan selalu berkaitan dengan-Nya.

Untuk memahami, mengapresiasi, dan menghayati rahmat dari Tuhan Yang Maha Pengasih, manusia telah dianugerahi pengetahuan. Seseorang tidak dapat memahami sesuatu kecuali bila mengalaminya terlebih dahulu. Pengetahuan paling berharga dalam perjalanan hidup adalah pengetahuan Alquran. Hubungan manusia dengan Allah dijalin melalui Alquran, melalui kitab suci, melalui pengetahuan yang memungkinkan manusia melihat rahmat Allah yang serba meliputi. Makna hadis yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. diciptakan sebelum diciptakannya Adam adalah bahwa cahaya jalan kebenaran sudah ada lebih dahulu sebelum Adam. Setelah Alquran, diciptakanlah manusia, Bani Adam. Dengan demikian, pengetahuan— cahaya Islam, cahaya Alquran—sudah ada lebih dahulu sebelum Allah menciptakan manusia (khalaqa al-insan).

Allah Yang Maha Pencipta benar-benar sangat mengetahui apa yang akan diciptakan-Nya. Makhluk paling mulia adalah wujud Muhammad, makhluk paling sempurna. Pengetahuan tentang produk akhirnya, makhluk paling mulia, wakil (khalifah) Allah, berada di tangan Zat Yang Maha Mengetahui (al-'Alim). Nur Muhammad sudah ada ketika Adam masih berbentuk air dan tanah liat. Tujuan penciptaan adalah menciptakan manusia sempurna, nabi terakhir, yang tidak ada lagi nabi sesudahnya.

Setiap aspek ciptaan memiliki label Penciptanya. Penciptaan ada di dalam nama-Nya. Dengan ketentuan-Nya, rahmat-Nya dimanifestasikan sebagai pengetahuan tentang Alquran. Kemudian, rahmat-Nya pun menjadi tindakan kreasi—khalaqa al-insan—yang menimbulkan riak lebih besar melalui "bukti." Bayan bermakna bukti nyata yang memancar dari Yang Mahalembut, dengan menembus berbagai manifestasi fisik kasar yang menjadi orientasi persepsi manusia. Inilah pengetahuan tentang kesaksian. Segala sesuatu yang terlihat memberi kesaksian atas penciptanya dan juga ketundukannya kepada ketentuan Yang Maha Pengasih.

Pengetahuan tentang Alquran adalah pengetahuan tentang tauhid atau keesaan Allah. Dalam konteks ini, rahmat juga berarti tauhid Zat Yang Wahid, Yang Mahaesa. Akses kepada-Nya adalah melalui pengetahuan tentang ketentuan-Nya, yakni Kitab Suci. Penciptaan terjadi sesuai dengan ketentuan-Nya. Bayan adalah hasil dari hakikat penciptaan itu.

Manusia mencari bukti untuk segala sesuatu. Ia selalu mencari pengetahuan. Ia berusaha mengetahui berbagai sebab, akibat, dan bukti dari segala sesuatu. Tidak ada sesuatu yang acak; segala sesuatu meninggalkan jejak. Manusia adalah jejak sang Pencipta; manusia adalah bukti (hujjah)-Nya. Segala sesuatu dalam eksistensi-Nya adalah tanda kekuasaan Allah. Jika manusia mengenal dirinya sendiri, maka ia telah mengetahui makna ketuhanan (rububiyyah). "Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya" (man 'arafa nafsahu, faqad 'arafa rabbahu).

"Dia yang memberi berkat dan kemakmuran bagi semua makhluk tanpa menunjukkan perbedaan"

الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.

وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ
Dan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tunduk kepada-Nya.
Raga fisik manusia bergantung pada campuran beragam mineral, protein dan elemen-elemen lain yang berhubungan secara halus dengan keseluruhan keseimbangan kosmis. Kehidupan tidak mungkin ada tanpa matahari. Jika matahari pun menghilang, maka kehidupan dalam beragam bentuknya akan memudar, dan kemudian musnah sama sekali. Matahari selalu bersinar, dan bulan dengan setia memantulkan cahayanya, meskipun ia juga mempengaruhi kehidupan.

Karena Tuhan Yang Mahabenar sudah jelas dengan sendirinya, maka Allah juga jelas dengan sendirinya. Pemantul Tuhan Yang Mahabenar adalah Nabi Muhammad saw. Baik matahad maupun bulan memiliki awal dan akhir, sama seperti halnya dua sisi dari mata uang yang sama. Perjalanan kosmis memiliki awal dan akhir. Akan tetapi, awal dan akhir mempunyai satu sifat—mata uangnya tetap satu. Subjeknya satu, tetapi memiliki dua aspek yang saling berhadapan satu sama lain. Inilah kondisi perjalanan di alam semesta ini; inilah juga kondisi cahaya yang selalu berpendar berikut pantulannya.

"Dan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tunduk kepada-Nya." Najm bermakna tumbuh-tumbuhan, dan juga bisa berarti bintang. Najama bermakna muncul, menjadi jelas dan nyata. Ilmu nujum ('ilm an-nujum) adalah ilmu astrologi, ilmu untuk meramalkan masa depan. Najjam adalah seorang astrolog. Syajar adalah sejenis tumbuhan yang memiliki batang atau tangkai (saq). Tumbuh-tumbuhan itu sendiri melakukan sujud (sajdah). Semua makhluk ciptaan melakukan sajdah—orang-orang berbadan tegap maupun cacat; orang-orang yang memiliki karakter baik dan tidak baik; orang-orang yang melakukan iqamah, yang berdiri mengagungkan Pencipta mereka, dan orang-orang yang merangkak-rangkak dari satu ke lain kesengsaraan. Entah suatu entitas tampak bergantung dan tumbuh menjulang ke atas seperti pohon (syajar) atau terapung seperti bintang (najm), atau tampak mandiri, ia tetap saja bersujud.

Sajada juga berarti menyembah. Seluruh entitas menyembah, bersujud, dan berada di bawah kendali satu Tuhan Yang Mahabenar. Tidak ada bedanya apakah semuanya itu entitas dari langit ataukah entitas bumi, seluruhnya berada di bawah kendali (haymanah) Allah. Semuanya itu berada di bawah kendali satu-satunya Pengendali—yang bisa mereka lakukan hanyalah bersujud.

وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
 Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia telah meletakkan neraca (keadilan)

Sebagai bagian dari penciptaan, langit ditinggikan. Kosmos meluas dan keseimbangan takdirnya sudah ditetapkan oleh neraca atau timbangan (al-mizan). Keseluruhan Penciptaan kosmis didasarkan pada kekuatan penyeimbang yang menyatukannya dan menjaganya, serta juga kemuliaan batiniah dan ruh seseorang, dalam keadaan dinamis.

Imam Husayn a.s. pernah ditanya tentang ayat pertama dari surah ar-Rahman. Beliau menjawab, "Sang Pemberi ruh juga akan memberikan ketenangan dan kenyamanan (rahah)" Seseorang akan diberi sesuai dengan sejauh mana ia mampu mengangkat dirinya melalui keseimbangan syariat dan hakikat, jalan lahiriah dan kebenaran batiniah. Segala sesuatu ada dalam keseimbangan. Keseimbangan bukan hanya berarti keadilan, melainkan juga bermakna bahwa setiap aspek dari penciptaan ini, baik yang bersifat samawi maupun bukan, akan mempengaruhi lawannya.

Pelanggaran terjadi pada diri sendiri maupun orang lain, sebab sama saja hakikatnya. Jika seseorang secara tidak adil menghancurkan manusia lain, maka ia secara simbolis telah menghancurkan seluruh makhluk, termasuk dirinya sendiri. Setiap manusia memiliki makna tentang segala sesuatu. Untuk menegakkan kembali keseimbangan, sang pembunuh itu sendiri harus dihancurkan. Dari sudut pandang hakikat, membunuh satu makhluk sama saja dengan membunuh semuanya. Sebagai penjunjung tinggi syariat, manusia harus bertindak tepat: hukuman bagi si pembunuh sama dengan kejahatannya. Karena ia telah menghancurkan dirinya sendiri dalarn pengertian makna, maka ia juga harus dihancurkan dalam pengertian fisik.

Jika cinta telah dihancurkan dalam pengertian makna, maka seseorang lebih baik juga menghancurkannya dalam pengertian fisik. Jika tidak ada lagi cinta atau rasa hormat di antara dua orang, maka hal itu akan tercermin: keadaan batin akan muncul dalam keadaan lahir.

Manusia tak bisa mengambil sesuatu dari satu sisi timbangan tanpa mengabaikan sisi timbangan lainnya. Hal ini tampak sedemikian subtil sehingga ia tidak mampu melihatnya. Akan tetapi, tidak ada sesuatu pun yang luput dan tidak diperhatikan oleh Allah. Hal kecil, sejauh menyangkut tindakan keseimbangan dalam penciptaan, sama pentingnya dengan hal besar. Perhatikan ukuran bom atom dan kerusakan yang ditimbulkannya. Seberapakah ukuran cinta? Manusia bukanlah hakim atau sang penyeimbang. Hanya Allah sajalah yang demikian. Allah mengukur segala sesuatu dengan penilaian-Nya. Bagaimanakah kualitas suatu ruh? Apakah ruh seseorang lebih baik daripada ruh orang lain?

Manusia mengharapkan kesejajaran, yang berarti bahwa, secara potensial, setiap orang memiliki kedudukan yang sama. Ia tidak akan mau menerima orang yang ditempatkan lebih tinggi dari dirinya. Ada kesejajaran, tetapi tidak ada persamaan. Seseorang menghabiskan waktunya untuk mengasah hatinya, beramal saleh, sedangkan seorang lainnya tidak. Dalam menggunakan akal atau kemampuan nalamya, manusia dapat memahami bahwa persamaan itu sesungguhnya tidak ada.

Umpamanya saja, setiap jari berbeda dari jari lainnya. Jari-jari itu tidaklah sama, tetapi terdapat kesejajaran di antara semuanya itu karena semua jari dapat melakukan fungsi yang sama. Secara potensial, setiap jari bisa menimbulkan akibat yang sama, sekalipun masing-masing jari bersifat unik. Jika seseorang membangun rumah sementara Anda menghabiskan waktu Anda dengan mendengarkan kicauan burung-burung, maka pada akhirnya Anda tidak akan memiliki rumah dan ia tidak akan menjadi ahli kicauan burung. Memiliki rumah tidak sama dengan sanggup membedakan kicauan burung. Keduanya berbeda. Akan tetapi, Anda akan menerima ketidaksamaan ini, karena Anda suka mendengarkan kicauan burung. Tidak ada persamaan di sini, tetapi ada kesejajaran.

Secara spiritual, setiap orang memiliki kemungkinan yang sama untuk fana dalam diri Tuhan Yang Mahabenar dan mengenal Allah. Bagaimana seseorang bisa mengatakan bahwa hatinya lebih baik dari hati orang lain? Tidak ada persamaan, karena tidak semua potensi akan terwujudkan. Tidak semua orang mampu berada dalam kepasrahan mutlak. Tidak setiap orang memiliki hati bersih dan murni.

Potensi manusia dipagari dalam batasan-batasan keadaan tertentu. Misalnya saja, seseorang mungkin hanya memiliki satu kaki akibat kecelakaan atau akibat cacat sejak lahir. Akan tetapi, dalam batas-batas ini, tidak ada batasan sampai sejauh mana orang bisa pasrah, sejauh tingkatan mana seseorang bisa beriman, dan sejauh derajat mana seseorang bisa hidup dengan senantiasa melakukan amal-amal kebaikan (ihsan). Selama perjalanan hidup, niat seseorang bisa saja semakin disucikan. Jika tidak demikian halnya, lantas di mana rahmat Allah? Jika ada takdir yang tidak terelakkan dan sudah ditentukan sebelumnya (Jabr), maka tidak akan ada rahmat. Rahmat Allah adalah kebebasan spiritual manusia dengan jalan pasrah.

Dalam kehidupan ini, manusia selalu berada pada tataran spiritual dan material tertinggi atau terendah. Inilah hasil interaksi kehendak manusia dengan berbagai hukum dan realitas kreasional, yang sebagian darinya tidak akan pernah bisa diatasinya. Seseorang yang telah kehilangan satu kaki tidak bisa menumbuhkan kaki yang satunya lagi. Ini adalah suatu keterbatasan. Akan tetapi, mana yang lebih penting: keterbatasan fisik ataukah keterbatasan spiritual?

Melalui pengetahuan ihwal kitab penciptaan, melalui Alquran, Tuhan Yang Maha Pengasih telah memberi manusia kemungkinan untuk naik ke hadirat Allah hingga derajat puncak. Tujuan ini bisa dicapai dengan menghindari segala sesuatu selain Allah. Inilah kebebasan yang dimiliki manusia, meskipun terbatas. Setiap orang memiliki keterbatasan; setiap pencari juga mempunyai keterbatasan. Bila manusia tidak memiliki keterbatasan, ia bisa sampai pada tingkatan di mana ia hanya bergantung atau bertawakal kepada Allah, tunduk kepada Allah, tidak memikirkan apa pun selain Allah, dan tidak berharap dari siapa pun selain Allah. Menyatukan nasib seseorang dengan kehendak Allah—itulah kebebasan.

Kadang-kadang manusia akan menerima situasi-situasi yang tidak memungkinkan dirinya untuk meraih ketakwaan sebenar-benarnya, untuk menjadi wakil Allah. Sebab, itulah tanda kemanusiaannya. Inilah tanda sang Pencipta bagi manusia. Karena itu, manusia harus berjuang. Jalan sudah jelas. Jalannya adalah jalan Islam yang berdasarkan pengetahuan tentang Alquran, yang merupakan pengejawantahan dari rahmat Allah.

"Dialah yang telah mengatur seluruh alam semesta"

أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ
Agar kamu tidak melampaui batas timbangan.

وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi timbangan itu.


Thagha mengandung arti membanjiri, melampaui batas. Thaghiyah berarti seorang despot atau tiran. Tirani sungguh kotor. Ada banyak bentuk pelanggaran lebih subtil yang lebih sulit untuk dipahami. Pelanggaran memang harus disingkirkan agar seseorang tidak melampaui batas hukum-hukum Tuhan Yang Mahabenar. Jalan Allah adalah keseimbangan sempurna, yang bebas dari segala pelanggaran.

Kata aqimu berasal dari aqama, yang mengandung arti mendirikan, menertibkan, membetulkan. Wazn adalah bobot atau arti-penting yang diberikan kepada segala sesuatu. Qisth adalah jatah atau bagian, suatu porsi dari apa yang seharusnya, porsi dari keadilan dan kesejajaran. Allah berfirman bahwa Dia telah menetapkan keseimbangan. Sebagai wakil dari Tuhan Yang Mahabenar, manusia harus setia kepada Allah, yang telah menetapkan keseimbangan sempurna.

"Janganlah kamu mengurangi timbangan." Kata khasara bermakna merugi atau kehilangan. Jika manusia kehilangan keseimbangan, maka ia telah kehilangan dirinya. Sebab, ia telah membiarkan jiwa rendah atau nafsunya bertindak sesuai dengan orientasi ketidakseimbangan dan pengingkaran (kufr)-nya. Ini adalah pengingkaran atas Tuhan Yang Maha Pengasih. Tiba-tiba ia merasakan bahwa dunia telah meninggalkannya, sehingga ia tidak lagi memiliki akses pada tujuan penciptaan, yakni pengetahuan tentang Alquran.

Salah seorang imam berkata, "Ketika seorang manusia berada dalam kegelapan, Alquran—baginya—menjadi kuburan gelap atau rumah rusak: Alquran tidak lagi memberinya ketenangan dan dukungan." Inilah yang terjadi pada sebagian besar umat manusia; mereka telah kehilangan keseimbangan (mizan). Al-Mizan adalah juga nama Alquran.

Jika manusia bisa menjamin bahwa ia tidak akan mengganggu keseimbangan, maka ia tidak akan pula menyakiti dirinya sendiri. Ia lebih dekat untuk menjadi Alquran yang hidup. Allah memberitahu manusia untuk memberikan nilai pada keseimbangan. Manusia haruslah penuh perhatian, waspada, dan selalu dalam keadaan mengingat Allah. Apakah ia mengetahui apa yang dilakukannya dan mengapa? Apakah ia mengetahui maksud dan tujuannya? Apakah maksud dan tindakannya sudah sejalan? Ia harus bertanya dan mengikuti hati dan akalnya sebagai satu jalan.

Nabi Muhammad saw. bersabda, "Kemarahan merusak keimanan seperti halnya cuka merusak madu." Manusia membangun segala sesuatu, tetapi kemudian merusaknya lantaran ia tidak mementingkan kesabaran. Bobot apa yang diberikan manusia kepada makna dari kalimat "janganlah kamu mengurangi timbangan itu?" Keseimbangan adalah apa-apa yang pasti benar. Manusia bergerak di jalan keseimbangan ini dari rahim hingga ke liang kubur. Keseimbangan adalah menyadari bahwa seseorang akan berada di alam transisi (barzakh). Seseorang berada di dunia ini, tetapi bukan untuk dunia ini. Manusia datang hanya untuk pergi. Keseimbangan adalah berada di sini dan bersama Allah, dalam keadaan hidup, tetapi disertai dengan keikhlasan bahwa ia siap menghadapi kematian sewaktu-waktu.

وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
Dan Allah telah membentangkan bumi untuk makhluk-Nya.
Share To :

0 comments:

Posting Komentar

Jiwa positif akan selalu tertanam pada diri kita semua :)