12 Jun 2015

Maafkan Aku Ibu, Aku Telah Melupakanmu


Dalam sebuah majelis ilmu seorang guru bercerita kepada para jama’ah tentang sebuah kisah yang diceritakan oleh seorang syaikh di Saudi Arabia. Semoga cerita ini bisa menginspirasi kita semua agar senantiasa mencurahkan kasih saying dan selalu berlaku lemah lembut kepada ibu dan ayah kita.

Terdapat sebuah keluarga yang cukup mapan di salah satu kota di Saudi Arabia. Keluarga ini cukup bahagia dan telah dikaruniai beberapa orang anak. Suatu siang sang istri berkata kepada sang suami dengan penuh kelembutan, “wahai suamiku, apakah malam ini kau tidak ingin pergi berkencan dengan wanita lain?”. Sang suami kaget dengan perkataan istrinya tersebut, “wahai istriku, bagaimana mungkin kau bisa berkata demikian sementara hanya kau perempuan yang aku cintai didunia ini”, ucap sang suami. “Lupakah engkau bahwa kau masih memiliki seorang ibu yang telah membesarkanmu? Pergilah engkau bersamanya mala mini, sungguh berapa lama engkau tidak mengunjunginya?”. Sang suami mulai berfikir dengan ucapan istrinya tersebut. Selama ini sang suami terlena dengan perhiasan dunia(istri dan anak-anak) sehingga ia melupakan ibu kandung yang telah membesarkan dan mendidiknya. Perkataan sang istri sungguh menampar hati sang suami, ia menangis sembari memeluk istrinya dan berbisik, “wahai istriku, sungguh beberapa tahun ini aku belum sekalipun menemui ibuku, aku akan menemuinya malam ini dan akan mengajaknya makan malam di tempat makan kesukaannya”.

Sang suami langsung menelepon sang ibu. “wahai ibuku, apakah kabarmu baik-baik saja?”, ucapnya sambil menutupi kesedihannya. Sang ibu yang mendengarkan suara anaknya terisak-isak lantas bertanya, “wahai anakku, apa yang sedang terjadi dengan engkau? Mengapa engkau menangis? Apakah istri dan anak-anakmu baik-baik saja?”. Sang anak menjawab, “Semua baik-baik saja, aku merindukan ibu. Aku akan segera menjemput dan mengajak ibu makan malam”. Setelah mengakhiri percakapan tersebut sang anak segera berangkat kerumah si ibu. Sang ibu merasa sangat bahagia atas apa yang dilakukan anaknya tersebut. Sang ibu sudah lama menjadi seorang janda, ia hidup sendiri dirumahnya dalam usia yang sudah cukup lanjut. Lantas ia segera menyiapkan diri dan langsung menunggu kedatangan anaknya didepan pagar rumahnya. Tetangga yang melihat merasa heran karena tidak seperti biasa si ibu pergi dengan penampilan yang sangat rapih.

Sambil menunggu anaknya tiba, sang ibu berbincang dengan tetangga. Sang ibu selalu memuji dan membanggakan anaknya didepan para tetangga, walaupun sebenarnya beberapa tahun terakhir sang anak mulai “melupakan” ibunya yang sudah tua renta tersebut. Sang anakpun tiba dan langsung memeluk si ibu dan meminta maaf kepadanya. “Wahai anakku, tidak ada yang perlu aku maafkan karena kau tidak pernah berbuat sesuatu yang membuatku kecewa” ucap sang ibu kepada anaknya dengan penuh ketulusan. Padahal selama ini sang ibu sangat merindukan kedatangan anaknya ini, namun sang ibu tidak ingin mengganggu dan menjadikan dirinya sebagai beban untuk anaknya ini. Jikalau kerinduan yang dirasakannya tidak terbendung sang ibu senantiasa mengadu kepada pemilik hati seluruh umat manusia, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Kepada-Nya ia mengadu dan hanya kepada-Nya ia berkeluh kesah dan mendoakan kebaikan untuk anaknya tersebut.

Sesampainya di tempat makan favorit ibunya, mereka duduk dan memesan makanan. “Ibu silakan pilih makanan apa saja yang ingin engkau makan, akan aku pesankan untukmu”, ucap sang anak. Si ibu berkata, “Wahai anakku, mataku sudah tidak bisa melihat apa yang tertera didaftar menu ini. Bisakah kau membacakannya untukku?” ucap sang ibu mengharapkan kemesraan yang akan diberikan anaknya. “Baiklah, aku bacakan menu apa saja yang tersedia sebagaimana dulu ibu pernah membacakannya saat aku masih kecil” ucap sang anak. Akhirnya mereka memesan makanan dan saling berbincang.

Setelah mereka puas menyantap makanan dan puas berbincang sang anak berkata kepada sang ibu, “wahai ibu yang aku cintai, kapan kita bisa pergi seperti ini lagi?”. Sang ibu menjawab, “Baiklah, minggu depan aku akan mentraktirmu makan disini. Tapi engkau harus mengajak istri dan anak-anakmu, sungguh aku merindukan mereka”. “Baiklah wahai ibuku”, ucap sang anak. Akhirnya sang anak mengantarkan sang ibu pulang. Sang anak sudah tidak sabar akan datangnya minggu depan, karena ia akan menemui ibunya lagi bersama dengan istri dan anak-anaknya.

Beberapa hari berlalu, hingga ada sebuah telepon yang datang. Telepon tersebut dari pengasuh yang tinggal bersama sang ibu. Ia mengabarkan kepada si anak bahwa sang ibu dirawat dirumah sakit sejak satu hari setelah pertemuannya dengan beliau beberapa hari yang lalu. Mendengar kabar tersebut, sang anak langsung menuju rumah sakit tempat ibunya dirawat. Sesampainya dirumah sakit, ia langsung menuju tempat dimana sang ibu dirawat, namun takdir dari Allah subhanahu wa ta’ala menyatakan bahwa sang ibu harus meninggalkan anak tersebut karena suatu penyakit yang telah lama dideritanya. Ia sangat terpukul dan sangat sedih dengan kejadian ini. Ia merasakan sudah lama ia melupakan ibunya, baru kemarin ia melepaskan rindunya, dan kini ia mendapati sebuah kenyataan bahwa sang ibu harus pergi untuk selama-lamanya.

Beberapa hari kemudian ada telepon untuk sang anak dari restoran favorit ibunya yang minggu lalu dikunjunginya. “Apakah benar ini dengan Bapak (fulan) ?” ucap karyawan restoran. “Iya benar saya adalah Bapak (fulan) ada yang bisa saya bantu?”. “Ada sebuah undangan makan malam spesial untuk anda dan keluarga anda mala mini, saya harap anda bisa datang tepat waktu”, ucap karyawan tersebut. Sang anak merasa binggung dan heran dengan undangan ini. Akhirnya setelah waktunya tiba ia datang ketempat tersebut membawa serta istri dan anak-anaknya. Sesampainya di restoran tersebut sang anak dan keluarga disambut oleh para pegawai restoran dan diarahkan untuk menempati meja khusus. Sang anak bertanya kepada pegawai restoran, “sungguh siapa gerangan yang telah mengundangku dan keluargaku makan malam semewah ini?”. Pegawai restoran tidak menjawab apapun dan hanya memberikannya sepucuk surat. Ia lantas membuka dan membaca surat tersebut bersama dengan istrinya.

“Anakku yang aku cintai, sungguh hari ini adalah hari terindah dalam hidupku bisa berjumpa dan makan malam denganmu berdua. Sungguh aku sudah lupa berapa tahun yang lalu aku merasakan perlakuan ini darimu. Namun aku sangat bahagia dengan apa yang engkau berikan kepadaku hari ini, semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu menjaga engkau dan keluargamu. Ibumu ini sudah mulai tua renta dan mungkin akan segera menghadap-Nya, aku tidak ingin menjadi beban untukmu dan keluargamu. Sampai kapanpun engkau adalah anak yang aku cintai sepenuh hatiku.

Saat engkau membaca surat ini, sesungguhnya aku telah melunasi janjiku untuk meneraktirmu dan keluargamu makan ditempat ini. Aku sudah pesankan makanan kesukaanmu, makanan kesukaan istrimu, dan makanan kesukaan anak-anakmu. Sungguh aku merindukan momen saat berkumpul bersama kalian semua. Dalam hidupku hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang menjadi tempatku mengadu dikala kesedihan melandaku. Aku berharap kalian akan menjadi keluarga yang selalu di rahmati Allah subhanahu wa ta’ala. “

Dari cerita tersebut semoga kita bisa mengambil faedah yang besar. Semoga kita semua bisa menjadi anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tua kita sampai kapanpun. Terkadang kita “melupakan” mereka disaat kita sudah menjadi orang yang mapan. Kita kadang tidak mengetahui kesedihan apa yang mereka pendam. Berbaktilah kepada mereka dan mintalah maaf kepada mereka sebelum tubuh mereka tertimbun tanah dan dimakan bumi. Bukankah Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)

wallahu ‘alam bishawab.

Sumber:  Berdakwah
Share To :

0 comments:

Posting Komentar

Jiwa positif akan selalu tertanam pada diri kita semua :)